Timor Leste atau yang secara resmi disebut Republik Demokratik Timor Leste (biasa juga disebut Timor Lorosa’e) adalah sebuah negara yang terletak di kawasan Asia Tenggara. Timor Leste terletak di sebelah utara Australia dan bagian timur pulau Timor. Wilayahnya juga meliputi pulau Kambing atau Atauro, Jaco dan enclave Oecussi-Ambeno di Timor Barat .
Secara Etimologi, Kata ‘Timor’ berarti Timur dalam bahasa Indonesia dan Melayu. Kemudian kata ‘Leste’ dalam bahasa Portugis yang juga berarti Timur dan di sebut Lorosa’e dalam bahasa Tetum. Bahasa Portugis dan Bahasa Tetum atau Tetun adalah bahasa resmi Timor Leste.
Ibukota dari Timor Leste adalah Dili. Negara ini terbagi atas 13 distrik dengan luas wilayah 14.874 km2. Timor Leste merdeka pada tanggal 20 Mei 2002 dari Indonesia dan dulunya bernama Provinsi Timor Timur.
Penduduk Timor Leste merupakan campuran antara suku bangsa Melayu dan Afrika, sebagian kecil keturunan Portugis. Mayoritas penduduk Timor Leste beragama Katolik (93%), diikuti Protestan (3%), Islam (1%), dan sisanya Buddha, Hindu (1%, masing-masing 0,5%), dan animisme (2%).
Sistem pemerintahan di Timor Leste adalah Unitary Parliamentary Semi Presidensial Republic. Kepala negaranya adalah presiden yang dipilih secara langsung dengan masa bakti 5 tahun. Meskipun hanya berfungsi secara simbolik, presiden memilki hak veto dalam undang-undang, membubarkan parlemen dan membuat pemilihan nasional. Sedangkan kepala pemerintahan dipimpin oleh seorang perdana menteri yang dipilih dari pemilihan multi partai dan diangkat/ditunjuk dari partai mayoritas sebuah koalisi mayoritas. Sebagai kepala pemerintahan, Perdana Menteri mengepalai Dewan Menteri atau Kabinet dalam Kabinet Pemerintahan.
Parlemen Timor Leste hanya terdiri dari satu kamar saja dan disebut Parlamento Nacional. Anggotanya dipilih untuk masa jabatan selama lima tahun. Jumlah kursi di parlemen antara 52 dan 65 tetapi saat ini berjumlah 65. Undang-Undang Dasar Timor Leste didasarkan konstitusi Portugal.
Meskipun terletak di Asia Tenggara, Timor Leste belum tergabung dalam ASEAN yang merupakan organisasi regional negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Namun tentu saja ada keinginan dari Timor Leste untuk masuk menjadi anggota. Keinginan ini ditandai dengan mendaftarnya Timor Leste secara resmi pada Maret 2011 untuk menjadi anggota ASEAN. Sampai saat ini masalah keanggotaan Timor Leste masih dibahas oleh 10 negara ASEAN.
Sejarah Timor Leste
Sejarah Timor Leste berawal dengan kedatangan orang Australoid dan Melanesia. Orang dari Portugal mulai berdagang dengan pulau Timor pada awal abad ke-15 dan menjajahnya pada pertengahan abad itu juga. Setelah terjadi beberapa bentrokan dengan Belanda, dibuat perjanjian pada 1859 di mana Portugal memberikan bagian barat pulau itu yang sekarang dikenal dengan Nusa Tenggara Timur. Jepang kemudian mengambil alih NKRI dan menguasai Timor Timur 1942 sampai 1945, namun setelah mereka kalah dalam Perang Dunia II Portugal kembali menguasainya.
Pada tanggal 15 April 1974, terjadi kudeta militer di Portugal yang di kenal dengan Flower revolution atau Revolusi Bunga. Kudeta ini sangat mempengaruhi Portugal termasuk wilayah jajahannya. Gubernur terakhir Portugal di Timor Leste, Lemos Pires, tidak mendapatkan jawaban dari Pemerintah Pusat di Portugal untuk mengirimkan bala bantuan ke Timor Leste yang saat itu sedang terjadi perang saudara, maka Lemos Pires memerintahkan untuk menarik tentara Portugis yang sedang bertahan di Timor Leste untuk mengevakuasi ke Pulau Kambing atau dikenal dengan Pulau Atauro.
Kejatuhan Portugal dimanfaatkan oleh penduduk Timor Timur untuk membuat organisasi dan partai politik. Ada 3 partai politik yang besar saat itu yaitu Uniao Democratica Timorense (UDT), Frente Revolucionaria de Timor-Leste Independete (Fretelin) dan Associacao Popular Democratica Timorence (Apodeti). FRETILIN salah satu partai besar di Timor Portugis menurunkan bendera Portugal dan mendeklarasikan Timor Leste sebagai Republik Demokratik Timor Leste pada tanggal 28 November 1975. Kevakuman ini berjalan selama tiga bulan. Namun FRETILIN banyak melakukan kekerasan kepada rakyat timor leste yang menginginkan integrasi dengan Indonesia. Lebih dari 60.000 orang meninggal. Akibatnya, rakyat Timor Leste meminta bantuan kepada Indonesia.
Ketika pasukan Indonesia mendarat di Timor Leste pada tanggal 7 Desember 1975, FRETILIN didampingi dengan ribuan rakyat mengungsi ke daerah pegunungan untuk melawan tentara Indonesia. Lebih dari 200.000 orang dari penduduk ini kemudian mati di hutan karena pemboman dari udara oleh militer Indonesia serta ada yang mati karena penyakit dan kelaparan. Banyak juga yang mati di kota setelah menyerahkan diri ke tentara Indonesia, namun Tim Palang Merah International yang menangani orang-orang ini tidak mampu menyelamatkan semuanya.
Timor Leste menjadi bagian dari Indonesia tahun 1976 sebagai provinsi ke-27 setelah gubernur jendral Timor Portugis terakhir Mario Lemos Pires melarikan diri dari Dili setelah tidak mampu menguasai keadaan pada saat terjadi perang saudara.
Sebagai tindak lanjut dari proses integrasi itu, dikeluarkan Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 1976 yang mengatur status Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I Timor Timur. Sejak ditetepkan sebagai propinsi ke-27, Timor Timur telah dipimpin oleh empat orang Gubernur, yaitu: Arnaldo dos Reis Araujo (1976-1978) sebagai Gubernur KDH Tingkat I yang pertama, Guilherme Maria Goncalves (1978-1982) sebagai Gubernur KDH Tingkat kedua, Ir. Mario Viegas carrascalao (1982-1992) sebagai Gubernur KDH Tingkat I yang ketiga, dan Abilio Jose Osorio Soares (1992- 1999), sebagai Gubernur KDH Tingkat I yang keempat.
Insiden Santa Cruz (juga dikenal sebagai Pembantaian Santa Cruz) adalah penembakan pemrotes Timor Timur di kuburan Santa Cruz di ibu kota Dili pada 12 November 1991. Para pemrotes, kebanyakan mahasiswa, mengadakan aksi protes mereka terhadap pemerintahan Indonesia pada penguburan rekan mereka, SebastiĂŁo Gomes, yang ditembak mati oleh pasukan Indonesia sebulan sebelumnya. Para mahasiswa telah mengantisipasi kedatangan delegasi parlemen dari Portugal, yang masih diakui oleh PBB secara legal sebagai penguasa administrasi Timor Timur. Rencana ini dibatalkan setelah Jakarta keberatan karena hadirnya Jill Joleffe sebagai anggota delegasi itu. Joleffe adalah seorang wartawan Australia yang dipandang mendukung gerakan kemerdekaan Fretilin.
Dalam prosesi pemakaman, para mahasiswa menggelar spanduk untuk penentuan nasib sendiri dan kemerdekaan, menampilkan gambar pemimpin kemerdekaan Xanana Gusmao. Pada saat prosesi tersebut memasuki kuburan, pasukan Indonesia mulai menembak. Dari orang-orang yang berdemonstrasi di kuburan, 271 tewas, 382 terluka, dan 250 menghilang. Salah satu yang meninggal adalah seorang warga Selandia Baru, Kamal Bamadhaj, seorang pelajar ilmu politik dan aktivis HAM berbasis di Australia.
Peristiwa ini mendapat kecaman dari masyarakat internasional. Munculnya tekanan-tekanan dari masyarakat internasional menanggapi kasus-kasus yang terjadi di timor timur itu memaksa Indonesia untuk mengeluarkan kebijakan guna mengakomodasi aspirasi masyarakat Timor Timur. Tekanan ini juga mendorong Pemerintah Indonesia untuk membahas masalah ini ke tingkat internasional. Akhirnya, pada Juni 1998, Pemerintah Indonesia memutuskan untuk memberikan status khusus berupa otonomi luas kepada Timor Timur. Usulan Indonesia itu disampaikan kepada Sekjen PBB. Sebagai tindak lanjutnya, PBB pun mengadakan pembicaraan segitiga antara Indonesia, Portugal, dan PBB. Selama pembicaraan ini, masih terjadi kerusuhan antara pihak pro kemerdekaan dan pro integrasi di Timor Timur. Kerusuhan ini semakin manambah kecaman dari dari masyarakat internasional, khususnya dari negara-negara Barat.
Dinamika politik dalam negeri Indonesia kemudian berubah dengan jatuhnya Pemerintahan mantan Presiden Soeharto. Pada tanggal 30 Agustus 1999, melalui jajak pendapat, rakyat Timor Timur memilih merdeka (78.5%). Pengumuman hasil pemilihan umum tersebut diikuti dengan kekerasan yang meluas oleh unsur-unsur pro-integrasi. Australia kemudian diminta oleh PBB untuk memimpin kekuatan internasional di Timor Timur atau International Force in East Timor (disingkat INTERFET) dalam menjalankan tugasnya untuk mengembalikan perdamaian dan keamanan di kawasan tersebut. Pada tanggal 20 Oktober, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) mencabut keputusan penyatuan Timor Timur dengan Indonesia.
Agar benar-benar lepas dari Indonesia, Timor Leste kemudian menggunakan bahasa Portugis dan bahasa Tetun sebagai bahasa resminya serta menggunakan dollar Amerika sebagai mata uangnya. Hal ini kemudian membuat masyarakat Timor Leste Semakin terpuruk
Daftar Pustaka
ASEAN Selayang Pandang Edisi ke 20 tahun 2012
http://www.antaranews.com/berita/347484/timor-timur-the-untold-story (diakses pada 2 Mei 2013)
http://www.angelfire.com/space2/asnam/sejarah.html (diakses pada 10 Mei 2013)
Comments
Post a Comment