Note : Tulisan ini dibuat setelah
melihat hasil pengumuman tes tahap ke tiga salah satu lembaga independen negara
ini.
Pertanyaan ini mungkin sama sulitnya dengan pertanyaan “Apa alasan masuk HI?”. Pertanyaan yang
ditanyakan setiap tahunnya kala mengikuti bina akrab yang diadakan himpunan.
Dan setiap tahun pun jawaban yang muncul berbeda. Sebagai satu-satunya jurusan
yang ada kata Internasionalnya (selain hunter.. hehe) tentu saja setiap orang
yang mendengar jurusanku akan menganggap jurusan ini sangat keren. Dan memang
sangat keren (katanya). Jurusan ini yang meski awalnya berakar dari politik
sekarang justru bisa ditinjau dari berbagai bidang ilmu. Hal ini membuat kemungkinan
lapangan kerja yang bisa dimasuki menjadi tidak terbatas. Dan memang di awal
memasuki jurusan ini kita disuguhkan dengan kemungkinan-kemungkinan masa depan
yang cerah. Kita bisa masuk di berbagai bidang kerja. Baik sebagai akademisi,
praktisi maupun politisi (katanya).
Sayangnya kemungkinan-kemungkinan yang dijanjikan itu
tidak dibarengi dengan kemasan perkuliahan yang menuntun kita untuk bekerja di
berbagai bidang. Kuliah yang bentuknya teori melulu dan minim praktek membuat
kita hanya bisa berteori tanpa bisa menganalisisnya ke dalam suatu fenomena
nyata, apalagi untuk mengaplikasikannya. Adanya MUN yang semakin ke sini
cenderung elitis karena hanya diadakan untuk event tertentu juga tidak banyak
membantu dalam persiapan menghadapi dunia kerja. Meski kegiatan ini sangat berguna
untuk mengasah kemampuan negosiasi kita yang nantinya ingin jadi diplomat karir
sebagai utusan negara untuk negara lain atau organisasi tertentu, patut
diperhatikan bahwa tidak semua lulusan HI akan menjadi diplomat nantinya.
Mungkin hanya satu banding sejuta. Lalu akan jadi apa lulusan yang tidak bisa
jadi diplomat? Sebagian besar memilih untuk lanjut ke jenjang master agar
nantinya bisa jadi dosen atau peneliti. Sementara sebagian lagi berjuang
mencari kerja dengan modal ijazah dan ipk yang tercantum di transkrip nilai.
Saat lulus baru kutahu bahwa ipk tinggi dan akreditasi
jurusan/universitas hanyalah tiket masuk untuk lulus di tahap awal yaitu
seleksi administrasi. Tahap selanjutnya membutuhkan skill dan pengalaman. Dan
kedua hal ini adalah sesuatu yang sering kali menjadi batu sandungan bagi
lulusan HI untuk mencari kerja. Skill satu-satunya yang bisa diukur adalah
bahasa inggris yang dibuktikan dengan sertifikat. Skill inipun bukan buah dari
perkuliahan tapi dari les ataupun otodidak. Sementara pengalaman yang bisa
dituliskan adalah saat aktif organisasi ataupun berprestasi baik dalam akademik
maupun seni dan olahraga. Lembaga kampus pun pada akhirnya hanya memberi
batasan nilai-nilai yang harus dibawa di kehidupan sehari-hari nanti. Jadi
sebagai sarjana memilih akan jadi apa nantinya masih sangat membingungkan.
Kesempatan kerja yang ada saat ini apalagi di lembaga atau
instansi pemerintah bukan lagi berdasarkan jurusan tapi terbuka bagi beberapa
atau semua jurusan yang relevan dengan bidang kerja yang disediakan. Jadi kita
tidak hanya bersaing dengan sesama sarjana HI tapi juga dengan berbagai
disiplin ilmu bahkan dari eksakta. Sementara tes awal kebanyakan ingin mengukur
kecerdasan kita dalam perhitungan dan logika yang menjadi makanan sehari-hari
bagi lulusan eksakta dan sudah jarang dipelajari oleh mahasiswa sosial. Belum
lagi tes selanjutnya yang menguji pengalaman kita yang memang masih sangat
minim dalam praktek sehari-hari. Tapi entahlah akupun tidak bisa menyalahkan
siapa-siapa dalam hal ini. Karena pada akhirnya segalanya akan kembali pada
diri kita apakah memang punya potensi untuk bekerja atau tidak. Meski begitu
sepertinya sistem pendidikan khususnya HI perlu ditambah bukan hanya teoritis
tapi juga praktek disertai dengan persiapan memasuki dunia kerja seperti magang
dan sejenisnya.
“Succes is not only about compete with
others but to improve your self”
Comments
Post a Comment