Tulisan
ini mungkin bukan tulisan ilmiah tentang Feminisme, bukan juga penjelasan runut
tentang Pemikiran Feminisme seperti yang ditulis Rosemary Putnam Thong dalam
bukunya. Sebenarnya akupun tidak terlalu memahami konsep Feminisme meski sudah
mempelajarinya berkali-kali.
Semuanya
berawal dari suatu hari ketika aku ingin pergi ke suatu acara. Sebagai
perempuan, anak kosan yang tidak punya kendaraan, pergi ke suatu acara pada
malam hari di waktu hujan merupakan kesulitan tersendiri. Aku kemudian
menghubungi tentu saja teman laki-laki yang memiliki kendaraan agar bisa
“nebeng’’. Sebagian mengabaikan, sebagian menolak untuk mengantar dengan
berbagai alasannya. Berpikir untuk pergi saja sendiri naik pete-pete, tapi aku
bahkan tidak hafal tempatnya. Alhasil aku tidak jadi pergi.
Sebenarnya
pengalaman diatas bukan sebuah keluhan kalau kalian mulai berpikir aku
mengeluhkan teman (laki-laki)-ku yang menolak untuk mengantarku, tapi itu cuma
sekedar ilustrasi sederhana bagaimana perempuan – perempuan kemudian mulai berusaha
mandiri dan semakin lama kemandirian ini malah membuat perempuan tidak butuh
laki-laki, di situlah gerakan feminis mungkin muncul. Tapi akupun menolak
disebut penganut feminisme, aku hanya berpikir untuk berusaha mandiri.
Ketidak
pedulian laki-laki bikin perempuan berusaha untuk mandiri. Lihat saja
sejarahnya dari dulu perempuan seakan hanya pelengkap. Dalam peperangan yang
berperang adalah laki-laki sedangkan perempuan hanya menjadi korban, dalam
pengetahuan yang menjadi penemu adalah laki-laki sedangkan perempuan hanya
menjadi penyemangatnya (meski ada yang disebut “dibalik laki-laki yang sukses,
ada perempuan hebat dibelakangnya), dalam politik yang menjadi pemimpin adalah
laki-laki sedangkan perempuan adalah pendampingnya, dalam dunia kerja yang bekerja
adalah laki-laki sedangkan perempuan tinggal di rumah. Keadaan ini membuat
perempuan merasa terpinggirkan hingga akhirnya mereka berusaha untuk bangkit
dan sekarang itu disebut Feminisme.
Menurut
Thong, Feminisme banyak jenisnya ada yang liberal, radikal, Marxis – sosialis,
Psikoanalisis dan Gender, Ekstensialis, Postmodern, Multikultural dan Global
serta ada pula Ekofeminisme. Lihat kan banyak sekali jenisnya padahal bukankah
intinya adalah perempuan ingin bangkit dan sejajar dengan laki-laki? Kalau kalian
masih pusing silahkan baca saja buku Thong berjudul Feminist Thought (Pengantar
paling konfrehensif kepada arus utama pemikiran feminisme) disitu lengkap
selengkap-lengkapnya bahkan kritik terhadap feminisme dari banyak pihak juga
ada.
Meski
pada akhirnya menurutku berlebihan rasanya ketika Beauvoir menyatakan bahwa
peran sebagai istri dan ibu kemudian membatasi kebebasan perempuan karena itu
adalah kodrat yang tidak bisa ia ubah tapi harus diterima sebagai sebuah
kesyukuran bahwa perempuan punya peran penting dalam mendidik generasi penerus
bangsa.
Ps
: Tulisan ini mungkin belum jadi dan bahkan akan menimbulkan perdebatan
sebelumnya tapi seperti yang Thong bilang dalam bukunya tentang Feminisme bahwa
meski pada awalnya ia menimbulkan kebingungan, ketidakcocokan maupun ketidaksetujuan,
Ia masih akan berkembang dan memunculkan pandangan baru.
Comments
Post a Comment