Skip to main content

Mengunjungi Sulawesi Tengah

Kali ini berkesempatan ke bagian lain di Sulawesi yaitu ke Sulawesi Tengah untuk menghadiri aqiqah keponakanku yang baru lahir. Yup, salah satu kakakku kini tinggal cukup jauh disana. Tambah lagi saudara yang merantau. Jadi dari banyak, hanya aku dan bapak yang tinggal di rumah. Sepi rasanya. 

Budaya merantau memang sudah mendarah daging bagi kami suku Bugis. Apalagi bapakku bercerita kalau ia memilih mengalirkan ari-ari kami ke laut dibandingkan menguburnya di tanah. Hal ini karena ia berharap nasib akan membawa kami berpetualang jauh. Punyaku mungkin kembali ke daratan karena sisa aku yang tidak kemana-mana. Kembali ke kisah kakakku, dia sebenarnya menikah dengan orang bugis dan sekampung. Hanya saja suaminya sudah lebih dulu merantau ke Sulawesi Tengah maka ia pun harus ikut menetap disana. Tapi ada untungnya juga, aku jadi punya kesempatan berkunjung ke Sulteng. 

Kakakku tinggal di desa Malino, kec. Ongka Malino, kab. Parigi Moutong, Sulawesi Tengah. Untuk kesana bisa menggunakan pesawat ke Palu dilanjut naik mobil berjam-jam. Bisa juga lewat darat saja yaitu naik bus 18 jam ke Palu dan lanjut naik mobil pribadi atau sewa 8 jam ke Malino. Kebayang kan pegelnya naik mobil. Aku yang merasa sembuh dari penyakit mabuk darat sejak 2015 ini sangat tertarik untuk menantang ketahananku. 

Aku berangkat bersama kakak ipar kakakku. Pertama-tama kami harus melakukan tes rapid antibodi karena untuk masuk Palu diwajibkan memiliki hasil tes non reaktif Covid 19. Kami pun memilih Rumah Sakit Sumantri untuk melakukan tes dikarenakan biaya tesnya termasuk paling murah dibanding rumah sakit lain. Setelah mendapat hasil tes non reaktif, kami pun memesan bus. Tadinya aku berharap dapat bus yang lebih nyaman mengingat perjalanan cukup jauh dan lama. Tapi karena terlambat memesan jadi kami hanya dapat bus Cahaya Bone. Lumayan lah setidaknya masih nyaman. Bus ini tidak baru tapi masih layak. Ada AC meski airnya agak menetes dan sering mengenaiku. Kursinya 4 dalam 1 baris. Sayangnya hanya kursi paling depan yang masih ada penyangga kakinya. Kami mendapat kursi paling belakang dan harus bertahan duduk 18 jam tanpa meluruskan kaki. Di dekat kami tertumpuk berbagai barang memenuhi bagian belakang bus. 

Awal perjalanan lumayan aman. Di pagi hari bus singgah di rumah makan. Tapi aku yang takut perutku tidak bersahabat memutuskan untuk tidak ikut makan disitu dan menyeberang untuk membeli jajanan di warung kue. Untuk makan beratnya nanti saja kalau siang. Sayangnya ternyata bus hanya singgah satu kali dan tidak akan singgah lagi sampai tiba di tujuan kecuali di waktu Shalat. Jadi kami tidak makan sampai Palu. Yah setidaknya jajanan yang kubeli masih bisa mengganjal. Bus tiba di Palu pukul 5 sore. Kami pun dijemput oleh suami kakakku dan dibawa ke rumah saudaranya untuk mandi dulu. Rumah itu kosong karena yang punya menetap di Parigi. Selesai mandi aku shalat magrib dan kami pun melanjutkan perjalanan ke Parigi. Sebelumnya kami makan malam dulu di warung. Perjalanan ke Parigi menempuh waktu 2 jam dan kami harus melalui jalanan berkelok yang terkenal yaitu kebun kopi. Karena waktu malam dan aku mengantuk jadi sepanjang perjalanan aku hanya tidur. Sesekali iparku memanggilku tapi cuma kujawab sedikit sebelum tidur lagi. Semakin banyak tikungan dan berkelok suatu jalan pasti aku semakin mengantuk. Jadi aku sama sekali tidak memperhatikan jalanan di Kebun Kopi padahal di jalanan tersebut kabarnya ada legenda Wentira (goggle it) yang cukup terkenal. Iparku sendiri yang sudah tinggal lama di Sulteng agak khawatir karena aku tidur sendirian di kursi belakang jadi dia terus berusaha membuatku terjaga. 

Kami tiba di Parigi rumah saudaranya untuk menginap sebelum melanjutkan perjalanan ke Malino. Soalnya butuh 6 jam untuk ke Malino. Besoknya setelah Shalat Dhuhur kami pun berangkat ke Malino bersama kakakku dan bayinya karena ia melahirkan di Parigi. Soalnya faskes di Malino sebatas posyandu saja. Kami tiba di Malino malam hari. Untungnya kami tidak perlu memasak lagi untuk makan malam karena sudah disiapkan oleh ART nya.

Desa Malino yang ditinggali kakakku sepintas mirip kampungku. Daerahnya sudah cukup modern apalagi rumah yang kakakku tinggali berada di jalan poros. Untungnya halamannya sangat luas jadi suara bising kendaraan tidak terlalu mengganggu. Beda dengan di rumahku yang sudah jadi lagu nina bobo kami sehari-hari. 

Aqiqah keponakanku dilaksanakan beberapa hari kemudian. Tetangga sekitar yaitu penduduk asli aka pakkampong serta orang bugis yang tinggal di Palu hadir di acara ini meski jumlahnya hanya 20an. Mereka juga membantu kami membuat kue sehari sebelumnya. Untuk acaranya disediakan banyak baki untuk dibaca doa selamat dan doa lainnya juga untuk dimakan pabbarasanji. Namanya tinggal di tanah rantau jadi pabbbarasanji hanya 6 orang laki-laki ditambah tuan rumah dan om ku yang datang dari Toli-Toli. Yang agak berbeda dari tradisi aqiqah di kampungku, yang mencukur rambut cuma 1 orang perwakilan lalu anaknya dibawa mengelilingi pabbarasanji sebanyak 3x. Kalau di kampung semua pabbarasanji ikut memotong rambut. Yah cukup maklum karena kali ini mencampur adat suku Kaili dan Bugis. 



Selama di Malino aku banyak membantu kakakku mengurus bayinya. Sesekali iparku dan kakaknya membelikan atau membawaku mencicipi beberapa kuliner khas Sulawesi Tengah yaitu Kaledo dan Binte. Kaledo merupakan singkatan dari Kaki Lembu Donggala. Yaitu sup kaki sapi yang dimasak bersama asam muda dan cabe rawit hijau dan dimakan bersama singkong rebus. Rasanya enak banget. Kalau Binte awalnya aku agak bingung makannya soalnya pas kucicipi tidak ada rasanya. Binte dibuat dari jagung pulut muda yang dipipil lalu dimasak menjadi seperti sup. Saat dihidangkan binte diberi taburan bihun goreng dan seledri. Just it dan tidak ada rasanya. Ternyata memang begitu cara makannya. Pengunjung mencampur sendiri garam dan lada sesuai selera. Aku yang taunya binte dimakan bersama ikan kemudian menyendok sambel ikan yang ada di kotak di dekatku. Ternyata sambel itu untuk yang pesan nasi kuning. Untung sudah kusendok duluan. Setelah dikasih garam, binte lumayan enak. Apalagi dimakan sama telur rebus jadi kenyang juga. Kapan-kapan aku mau buat ah di rumah.

Untuk jalan-jalan meski aku sudah googling sana sini soal tempat wisata di daerah Parimo yang hits tapi aku sadar kalau kakakku sibuk dengan bayinya dan iparku sibuk dengan kerjaannya jadi aku gak menuntut banyak buat mereka harus bawa aku jalan-jalan. Lagian sebenarnya aku udah berasa wisata juga setiap melewati jalan ke arah kota baru soalnya sepanjang jalan ada rumah orang Bali dan setiap rumah ada pura dengan ukiran dan hiasannya yang cantik. Jadi berasa ke Bali (haha kayak pernah aja). Dari info kakakku katanya daerah itu dulunya jadi daerah transmigrasi jadi banyak orang Bali yang datang. Mereka membeli tanah penduduk sekitar sedikit demi sedikit. Lalu mereka membawa babi kesana dan akhirnya penduduk sekitar yang risih menjual seluruh tanahnya. Akhirnya orang Bali malah menguasai daerah itu. Kebanyakan jadi pemilik sawah dan penduduk sekitar jadi buruhnya. Dimana-mana setiap daerah rantau penduduk sekitar selalu menduduki strata terendah dalam perekonomian. Kasian juga liatnya. Banyak yang bilang karena penduduk sekitar lebih malas dibanding pendatang, tapi menurutku itu bukan malas tapi mereka terbiasa hidup sederhana karena kekayaan alam cukup bagi mereka. Hanya saja saat pendatang semakin banyak kekayaan alam semakin berkurang dan mereka tidak bisa lagi bergantung. Miris kan. Eh tapi aku heran di jalan yang kulewati perasaan orang Bali udah kaya-kaya eh kok jalanannya hancur banget. Kering dan bergelombang tidak diaspal. Aku sampai bertanya ke iparku soalnya jalanan di desa Malino mulus banget. Katanya sih itu bukan daerah pemilihan iparnya yang jadi anggota DPRD kab. Soalnya jalanan desa bisa bagus karena diperjuangkan oleh beliau. Duh semoga bisa naik ke tingkat provinsi pak biar ada yang bisa perjuangkan jalan daerah situ biar di aspal (peace bukan kampanye). 

Iparku berusaha membawaku jalan-jalan di hari-hari terakhir sebelum pulang. Berdasarkan rekomendasi mbah gugel kami akan pergi ke taman bunga yang hits di dekat situ. Jalanannya tidak terlalu jauh. Sayangnya saat sampai disana apa yang gugel perlihatkan berbeda dengan apa yang kami lihat. Dimana taman bunganya? Bunga-bunga yang ada di halaman penduduk sepanjang jalan yang kami lewati bahkan lebih indah. Hanya ada spot kecil bagian taman yang ada bunganya. Selebihnya terlihat seperti rumput. Jalan masuknya saja membingungkan. Mungkin kami memang datang disaat yang tidak tepat, mungkin bunganya baru mau ditanam ulang, mungkin. Akhirnya daripada bocah-bocah pada kecewa, akhirnya iparku membawa kami ke pantai. Soalnya emang udah picnic mode banget sampai bawa bekal dari rumah masa langsung pulang. Nama pantainya adalah Pantai Muara Indah Ogodako. Eh iya sepanjang jalan ke Malino dari Parigi emang udah bahagia banget liat sepanjang jalan ada pantai yang indah. Nah Ogodako lumayan juga. Pantainya sepi karena bukan hari libur. Jadi aman buat kami. Gak harus pusing dengan masker dan jaga jarak. Sampai di pantai kami langsung duduk di gasebo dan makan. Soalnya emang udah lapar. Setelah makan, aku dan dua keponakan iparku berjalan-jalan menyusuri pantai untuk mencari spot foto instagramable. Seperti banyak pantai kekinian, di Ogodako juga banyak dibangun spot cantik untuk foto. Ada mainan jungkat jungkit juga. Nah ada satu spot yang unik yaitu sapu lidi warna-warni yang terbalik. Dengan menyandarkan hp di kayu aku mencoba foto ala-ala dan takjub dengan hasil fotoku yang seolah foto di rumput warna warni. Like a pro banget yah. Haha bercanda. Untuk lautnya sendiri cukup bersih dan ada banyak mangrove di bagian tepi. Setelah puas foto-foto kami pu pulang ke rumah. 


Akhirnya setelah tinggal 2 minggu aku harus pulang ke rumah. Soalnya kasian bapak sendirian. Kami diberi oleh-oleh cukup banyak. Ada minyak kelapa, gula merah, sale pisang, kacang telur, dan lain-lain. Oh iya karena namanya Parigi Moutong jadi di daerah ini banyak durian montongnya. Hanya saja kami datang lebih cepat. Masa panen durian masih dua minggu lagi. Meski begitu kami masih sempat mencicipi durian lokal yang rasanya gak kalah dari durian montong. 

Kali ini kami kembali ke Parigi saat malam. Hanya satu jam istirahat di Parigi, kami memutuskan untuk terus ke Palu. Lagi-lagi melewati Kebun Kopi. Dan aku lagi-lagi tertidur dan baru bangun pas saat mobil sudah sampai di depan rumah di Palu. Saat kami sampai sudah hampir subuh. Kami memutuskan untuk tidur sebentar. Saat pagi kami membersihkan rumah di Palu yang sangat berdebu karena  jarang ditinggali. Setelah itu kami berangkat menuju perwakilan bus. Kali ini kami menaiki bus yang lebih baru dan lebih besar yaitu bus khatulistiwa. Saking besarnya motor pun muat di bagasinya. Soalnya aku lihat ada dua motor yang diikat disana. Setelah dhuhur bus pun berangkat. Kursi bus kali ini lebih besar dan nyaman, ada sandaran kaki jadi bisa selonjoran, ada selimut dan bantal. Sayangnya ternyata karena tempat duduknya terlalu mewah jadi bus terasa sangat tinggi dan kami semua pun merasa pusing selama perjalanan. Di pertengahan aku sudah hampir muntah jadi agar tidak muntah aku makan permen sepanjang jalan. Bus singgah untuk makan malam. Perutku yang sudah bergejolak tidak kuat untuk makan berat. Maka kami pun memutuskan untuk pesan mie siram saja. Meski begitu aku hanya sanggup makan beberapa sendok. Perjalanan dilanjutkan dan aku masih merasa pusing dan mual tapi berusaha untuk tidak muntah. Perasaanku baru betul-betul enak setelah sampai. Kami sampai menjelang subuh. 

Itulah pengalamanku berkunjung ke Sulawesi Tengah. Semoga lain kali bisa ke sana lagi dan mengunjungi lebih banyak tempat.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Profil Deng Lun

Mumet dengan kerjaan, jadi mau update lagi deh biar fresh. Kali ini aku mau nulis profil salah satu aktor China favoritku. Awalnya mau nulis Yang Yang sih tapi dianggurin aja datanya. Nanti deh. Sekarang soalnya ngebet banget sama si senyum lebar, Deng Lun. Soalnya drama yang dia bintangi tuh oke banget. Ini dia profilnya Nama: Deng Lun Born: October 21 st , 1992 (yes, kami Cuma beda setahun) in Shijiazhuang, Hebei Prov Tinggi: 185 cm Berat: 65 kg Deng Lun merupakan lulusan Shanghai Theatre Academy dan memulai karirnya sejak 2013 dalam Drama TV berjudul “Flowers in Fog” (belum nonton sih) kemudian main di beberapa drama lainnya dan akhirnya karirnya terus menanjak. Aku sendiri jatuh hati sama dia waktu dia main di drama berjudul “Because of Meeting You” yang merupakan drama remake dari drama Korea berjudul “Jang Bo-ri is here”. Di drama ini ia berperan sebagai Li Yunkai, seorang pengacara yang merupakan teman masa kecil tokoh utama perempuan. Perannya yang ceria dan

Itazura na Kiss in all versions

Hajimemashite.. Maaf lagi sok Jepang.. Kali ini aku mau bahas soal salah satu Dorama Jepang yang saking populernya sampe diadaptasi dalam berbagai versi. Eng ing eng.. Itazura na Kiss.. Sudah pada nonton versi apa saja? Tenang aku juga belum nonton semua kok. Tapi bagaimana pun versinya kisahnya Cuma satu yaitu bercerita tentang Seorang cewek SMA yang kurang pintar dari kelas F (disini kelas dibagi berdasarkan kepintaran muridnya dan diurut dari A untuk yang paling pintar hingga F untuk yang paling kurang pintar) bernama Aihara Kotoko yang jatuh cinta dengan orang paling populer di sekolahnya dari kelas A bernama Irie Naoki sejak tahun pertama. Di tahun seniornya, Ia kemudian mengakui perasaannya lewat surat cinta kepada Naoki dan ditolak mentah-mentah dengan alasan Naoki benci gadis bodoh. Pada hari yang sama Kotoko kehilangan rumahnya karena suatu musibah (di setiap serial beda-beda eui musibahnya) dan bersama ayahnya terpaksa menumpang di rumah teman ayahnya yang ternyata adala

Review Cry Me a Sad River

Kali ini mau bahas salah satu film China yang cukup ngena di hati dan bikin ikutan nangis.  Ini dia Profilnya Also known: Bei Shang Ni Liu Cheng He Genres: Friendship, School, Youth, Drama, Melodrama, Tragedy Country: China Release: 30 September 2018 Starring: Ren Min, Xin Yun Lai, Zhao Ying Bo Sinopsis: Yi Yao dan Qi Ming adalah tetangga dan teman masa kecil yang pergi ke kelas yang sama. Murid pindahan Tang Xiao Mi menyukai Qi Ming dan menjadi cemburu dengan hubungan baik Yi Yao dengannya. Dia mengikuti Yi Yao dan menemukan rahasia miliknya. Tang Xiao Mi kemudian menggunakan rahasia ini untuk memulai bullyingnya di sekolah dan semua siswa lain bergabung. Penindasan itu perlahan menghancurkan Yi Yao, sampai Gu Sunxi muncul disampingnya dan membantunya. Namun sebuah tragedi kembali menghancurkan Yi Yao. Comment: #SpoilerAlert Setelah terlalu banyak menonton drama kali ini tertarik nonton film China. Yup, mungkin kita hanya familiar dengan film-film action, kung fu maupun his