“Lekas,
Bangun dari tidur berkepanjangan
Menyatakan mimpimu
Cuci muka biar terlihat segar
Merapikan Wajahmu
Masih ada cara menjadi besar”
-Menjadi Indonesia, Efek Rumah Kaca
Aku tinggal disebuah desa eh kelurahan kecil yang terletak di perbatasan kota dan kabupaten. Tau lah yah kalo perbatasan (soknya padahal lebih parah perbatasan negara), sarat dengan fasilitas minim. Hanya ada SD (sekarang sudah ada TK dan SMP juga), puskesmas, koperasi (seorang senior pernah bertanya kenapa di kampungku tidak ada alfamart? Ingin kujawab karena kami punya koperasi, dimiliki oleh 50 kk dan menyediakan berbagai kebutuhan, modalnya dari kita, yang beli kita, untungnya kembali ke kita), dan warung-warung kecil lainnya. Selebihnya adalah sawah dan rumah-rumah. Dulunya untuk sekolah ke SMP dan SMA aku harus bersekolah di kota yang ditempuh dengan pete-pete (baca : Angkot).
Meski dengan segala keterbatasan itu aku adalah anak yang penuh mimpi (uhuk..) Mimpi kebanyakan sih, bisa keliling dunia, punya perpustakaan sendiri.. that’s it.. Akhirnya ngambil kuliah yang sesuai mimpiku.. dan sekarang lulus.. terombang-ambing sendiri.. haha lupakan soal itu, akan ada waktunya..
Kembali ke mimpi punya perpus sendiri.. dari dulu aku sukaa banget membaca. Mungkin ditulari oleh kakak-kakakku yang memang doyan baca juga. Aku lupa kapan mulainya, mungkin SD atau bisa sebelumnya. Aku bahkan lupa bacaan pertamaku apa. Tapi yang kuingat adalah segelintir buku yang ada disekitarku di tengah keterbatasanku akan bacaan (Gak punya duit buat beli ditambah Bapakku sangat disiplin, membaca buku selain buku pelajaran sangat dilarang. Jangan coba-coba kedapatan, resikonya kau bisa melihat bukumu berenang-renang disungai).
Segelintir buku itu adalah buku tanpa judul dengan cover putih dan kertasnya yang kuning berisi tentang kisah 25 nabi (mungkin) milik kakekku yang sangat sering kubaca (sekarang buku itu masih ada loh, meski beberapa halamannya sudah hilang). Ada juga komik Donal Bebek setebal ensiklopedia (entah siapa yang punya, tapi asli tebal.. sudah hilang T_T ). Terus beberapa buku-buku yang sering kubaca di perpustakaan SD ku yang tidak terawat (yang ada seringnya siswa-siswa ke halaman belakang perpus buat masak bareng.. beneran).
Segelintir buku itu adalah pemantik mimpiku. Ingin punya perpus sendiri, jadi bisa bebas baca disana kapan pun aku mau. Namun apa daya keterbatasan keuangan masih jadi penghambat. Salah sendiri sih doyan jajan, gak tau nabung. Sampe SMP masih jadi penikmat perpus (alias perpusnya dipake jadi tempat nongkrong karena bersebelahan sama koperasi). Karena sudah sekolah di daerah kota (aslinya pinggir kota) artinya sudah bisa naik pete-pete sendiri, trus sudah bisa kemana-mana deh. Nah di kota kecil itu kemudian menemukan tempat favorit yang menjawab berbagai kebutuhan… maksudnya kebutuhan akan bacaan.. Namanya Nadi Rental Komik.. Sebuah tempat penyewaan komik dan novel. Dulu masih jaman teenlit jadi bacaan populer. Dengan beberapa penghematan, akhirnya bisa juga bikin kartu member sendiri, soalnya sebelum-sebelumnya Cuma pake punya teman. Tapi masih tidak bisa sering-sering pinjam sih soalnya Nadi jauh banget dari rumah. Pas SMA, sudah sekolah di pusat kota. Tapi karena sibuk sendiri malah tambah jarang ke Nadi buat baca.
Adalah seorang teman yang kupanggil Onni (umurnya sih Cuma beda sehari sama aku), kami sudah sama-sama sejak SD. Meski kemudian akhirnya pisah SMA tapi kita masih sering bareng. Sejak SMP dia temanku ke Nadi, saking sukanya sama Nadi yang sayangnya jauh jadi berangan-angan buat bikin juga tapi tak jua kesampaian (sekali lagi keterbatasan finansial T_T). Angan-angan itu kemudian kami simpan hingga akhirnya berkuliah. Pas kuliah, Alhamdulillah aku akhirnya dapat beasiswa full dari pemerintah untuk biaya kuliah dan biaya hidup. Setiap kali beasiswa cair, aku bisa beli beberapa novel dan komik dan jadi bacaan pribadi yang sering dipinjam sama teman teman (sebenarnya yang bikin bete adalah ketika yang pinjam gak balikin). Sampe lulus, novelku lumayan banyak ditambah dengan novel kakakku yang dititipkan. Pas akan lulus jadi bingung sendiri novelnya mau taro mana. Soalnya kalo dibawa pulang ke rumah pasti kena marah bapak. Akhirnya aku kontak Onni buat nitip novel-novelku dan ide untuk bikin taman baca pun tercetus. Kebetulan dia juga punya banyak novel. Meski kalau untuk ukuran taman baca sebenarnya novel kami masih sangat minim. Dengan sabarnya dia menungguku sarjana dan bisa memulai taman baca kami. Sambil nyelesaiin skripsi aku juga usaha buat nambahin novel dengan beli buku bekas kalo ada yang jual. Lumayan pernah dapat novel bekas 9 dan Cuma bayar 100k. Nama buat taman baca pun dibicarakan. Aku usul Ar Rayan. Agak panjang nih sejarahnya kenapa Ar Rayan (dipendekin aja). Ada sebuah novel milik kakakku yang kubaca waktu SMP. Judulnya Diorama Sepasang Albanna karangan Ari Nur Utami. Kategori novel islami sih. Tokoh utamanya kemudian jadi favoritku sepanjang masa. Ar Rayan Fikri namanya. Sampe sekarang baca novel berapa banyak masih Ar Rayan yang jadi favorit. Saking sukanya sampe suka mikir sendiri kalo nanti aku punya anak aku akan kasih nama Ar Rayan. Karena masih terlalu muda (ngakunya) dan belum bisa punya anak maka Taman baca ini kuanggap sebagai anak pertamaku jadinya aku mau kasih nama Ar Rayan. Onni setuju aja sih tapi dia masih mikir-mikir. Sempat dia mengusulkan NaaRaa. Katanya dari nama mamaku dan mamanya. Tapi aku tidak mau, biarlah ibuku dikenang dihatiku, tidak perlu sampe mengabadikan namanya. Lagian agak alay kalau pake vokal double. Akhirnya disepakati namanya Ar Rayan tapi taman baca diganti jadi Book Rent soalnya tempatnya masih kecil dan sempit. Lahirlah Ar Rayan Book Rent.
Saat ini bukunya bisa dibilang masih dikit. Mungkin antara 300-400 dengan jumlah member yang bisa dihitung jari. Tapi semoga kelak Ar Rayan Book Rent bisa tumbuh dan berkembang seperti mimpi-mimpiku. Nantinya kita mau bikin jadi kafe baca dan berlokasi di pusat kota. Meski sebenarnya aku lebih pilih seperti sekarang. Ia jadi tempat baca pertama di kampung kecilku. Itung-itung ikut menggalakkan gerakan gemar membaca. Aku tidak mau ia nantinya jadi tempat untuk keren-kerenan di instagram seperti taman baca yang banyak beredar sekarang (meski tidak semuanya). Aku ingin ia menjadi apa adanya. Tempatku membaca sepuasnya. Tanpa terhalang keterbatasan materi. Aku juga tidak memikirkan untungnya, hanya sebagai penyalur hobby, toh keuntungannya pada akhirnya dipake buat beli buku lagi.
So, Ayo berkunjung ke Ar Rayan Book Rent..
Bangun dari tidur berkepanjangan
Menyatakan mimpimu
Cuci muka biar terlihat segar
Merapikan Wajahmu
Masih ada cara menjadi besar”
-Menjadi Indonesia, Efek Rumah Kaca
Aku tinggal disebuah desa eh kelurahan kecil yang terletak di perbatasan kota dan kabupaten. Tau lah yah kalo perbatasan (soknya padahal lebih parah perbatasan negara), sarat dengan fasilitas minim. Hanya ada SD (sekarang sudah ada TK dan SMP juga), puskesmas, koperasi (seorang senior pernah bertanya kenapa di kampungku tidak ada alfamart? Ingin kujawab karena kami punya koperasi, dimiliki oleh 50 kk dan menyediakan berbagai kebutuhan, modalnya dari kita, yang beli kita, untungnya kembali ke kita), dan warung-warung kecil lainnya. Selebihnya adalah sawah dan rumah-rumah. Dulunya untuk sekolah ke SMP dan SMA aku harus bersekolah di kota yang ditempuh dengan pete-pete (baca : Angkot).
Meski dengan segala keterbatasan itu aku adalah anak yang penuh mimpi (uhuk..) Mimpi kebanyakan sih, bisa keliling dunia, punya perpustakaan sendiri.. that’s it.. Akhirnya ngambil kuliah yang sesuai mimpiku.. dan sekarang lulus.. terombang-ambing sendiri.. haha lupakan soal itu, akan ada waktunya..
Kembali ke mimpi punya perpus sendiri.. dari dulu aku sukaa banget membaca. Mungkin ditulari oleh kakak-kakakku yang memang doyan baca juga. Aku lupa kapan mulainya, mungkin SD atau bisa sebelumnya. Aku bahkan lupa bacaan pertamaku apa. Tapi yang kuingat adalah segelintir buku yang ada disekitarku di tengah keterbatasanku akan bacaan (Gak punya duit buat beli ditambah Bapakku sangat disiplin, membaca buku selain buku pelajaran sangat dilarang. Jangan coba-coba kedapatan, resikonya kau bisa melihat bukumu berenang-renang disungai).
Segelintir buku itu adalah buku tanpa judul dengan cover putih dan kertasnya yang kuning berisi tentang kisah 25 nabi (mungkin) milik kakekku yang sangat sering kubaca (sekarang buku itu masih ada loh, meski beberapa halamannya sudah hilang). Ada juga komik Donal Bebek setebal ensiklopedia (entah siapa yang punya, tapi asli tebal.. sudah hilang T_T ). Terus beberapa buku-buku yang sering kubaca di perpustakaan SD ku yang tidak terawat (yang ada seringnya siswa-siswa ke halaman belakang perpus buat masak bareng.. beneran).
Segelintir buku itu adalah pemantik mimpiku. Ingin punya perpus sendiri, jadi bisa bebas baca disana kapan pun aku mau. Namun apa daya keterbatasan keuangan masih jadi penghambat. Salah sendiri sih doyan jajan, gak tau nabung. Sampe SMP masih jadi penikmat perpus (alias perpusnya dipake jadi tempat nongkrong karena bersebelahan sama koperasi). Karena sudah sekolah di daerah kota (aslinya pinggir kota) artinya sudah bisa naik pete-pete sendiri, trus sudah bisa kemana-mana deh. Nah di kota kecil itu kemudian menemukan tempat favorit yang menjawab berbagai kebutuhan… maksudnya kebutuhan akan bacaan.. Namanya Nadi Rental Komik.. Sebuah tempat penyewaan komik dan novel. Dulu masih jaman teenlit jadi bacaan populer. Dengan beberapa penghematan, akhirnya bisa juga bikin kartu member sendiri, soalnya sebelum-sebelumnya Cuma pake punya teman. Tapi masih tidak bisa sering-sering pinjam sih soalnya Nadi jauh banget dari rumah. Pas SMA, sudah sekolah di pusat kota. Tapi karena sibuk sendiri malah tambah jarang ke Nadi buat baca.
Adalah seorang teman yang kupanggil Onni (umurnya sih Cuma beda sehari sama aku), kami sudah sama-sama sejak SD. Meski kemudian akhirnya pisah SMA tapi kita masih sering bareng. Sejak SMP dia temanku ke Nadi, saking sukanya sama Nadi yang sayangnya jauh jadi berangan-angan buat bikin juga tapi tak jua kesampaian (sekali lagi keterbatasan finansial T_T). Angan-angan itu kemudian kami simpan hingga akhirnya berkuliah. Pas kuliah, Alhamdulillah aku akhirnya dapat beasiswa full dari pemerintah untuk biaya kuliah dan biaya hidup. Setiap kali beasiswa cair, aku bisa beli beberapa novel dan komik dan jadi bacaan pribadi yang sering dipinjam sama teman teman (sebenarnya yang bikin bete adalah ketika yang pinjam gak balikin). Sampe lulus, novelku lumayan banyak ditambah dengan novel kakakku yang dititipkan. Pas akan lulus jadi bingung sendiri novelnya mau taro mana. Soalnya kalo dibawa pulang ke rumah pasti kena marah bapak. Akhirnya aku kontak Onni buat nitip novel-novelku dan ide untuk bikin taman baca pun tercetus. Kebetulan dia juga punya banyak novel. Meski kalau untuk ukuran taman baca sebenarnya novel kami masih sangat minim. Dengan sabarnya dia menungguku sarjana dan bisa memulai taman baca kami. Sambil nyelesaiin skripsi aku juga usaha buat nambahin novel dengan beli buku bekas kalo ada yang jual. Lumayan pernah dapat novel bekas 9 dan Cuma bayar 100k. Nama buat taman baca pun dibicarakan. Aku usul Ar Rayan. Agak panjang nih sejarahnya kenapa Ar Rayan (dipendekin aja). Ada sebuah novel milik kakakku yang kubaca waktu SMP. Judulnya Diorama Sepasang Albanna karangan Ari Nur Utami. Kategori novel islami sih. Tokoh utamanya kemudian jadi favoritku sepanjang masa. Ar Rayan Fikri namanya. Sampe sekarang baca novel berapa banyak masih Ar Rayan yang jadi favorit. Saking sukanya sampe suka mikir sendiri kalo nanti aku punya anak aku akan kasih nama Ar Rayan. Karena masih terlalu muda (ngakunya) dan belum bisa punya anak maka Taman baca ini kuanggap sebagai anak pertamaku jadinya aku mau kasih nama Ar Rayan. Onni setuju aja sih tapi dia masih mikir-mikir. Sempat dia mengusulkan NaaRaa. Katanya dari nama mamaku dan mamanya. Tapi aku tidak mau, biarlah ibuku dikenang dihatiku, tidak perlu sampe mengabadikan namanya. Lagian agak alay kalau pake vokal double. Akhirnya disepakati namanya Ar Rayan tapi taman baca diganti jadi Book Rent soalnya tempatnya masih kecil dan sempit. Lahirlah Ar Rayan Book Rent.
Saat ini bukunya bisa dibilang masih dikit. Mungkin antara 300-400 dengan jumlah member yang bisa dihitung jari. Tapi semoga kelak Ar Rayan Book Rent bisa tumbuh dan berkembang seperti mimpi-mimpiku. Nantinya kita mau bikin jadi kafe baca dan berlokasi di pusat kota. Meski sebenarnya aku lebih pilih seperti sekarang. Ia jadi tempat baca pertama di kampung kecilku. Itung-itung ikut menggalakkan gerakan gemar membaca. Aku tidak mau ia nantinya jadi tempat untuk keren-kerenan di instagram seperti taman baca yang banyak beredar sekarang (meski tidak semuanya). Aku ingin ia menjadi apa adanya. Tempatku membaca sepuasnya. Tanpa terhalang keterbatasan materi. Aku juga tidak memikirkan untungnya, hanya sebagai penyalur hobby, toh keuntungannya pada akhirnya dipake buat beli buku lagi.
So, Ayo berkunjung ke Ar Rayan Book Rent..
Comments
Post a Comment