Gak
terasa sudah 2018 dan Januari bahkan sudah akan berganti Februari. Sebagai
bentuk rasa syukur atas segala napas yang masih bisa di hirup semoga 2018 ini bisa
lebih produktif menulis baik curhatan maupun yang sedikit lebih berfaedah dan
ilmiah. Hehe. Asalkan jangan mengeluh saja.
Oke
karena ini sudah 2018 maka aku akan berbagi cerita mengikuti satu kegiatan
keren di Makassar yaitu Makassar
International Writers Festival atau MIWF. Kenapa baru nulis sekarang selain
karena aku yang sok sibuk tahun lalu tapi juga untuk menyambut MIWF 2018 yang
akan datang yang tentunya masih diadakan di bulan Mei. Aku lupa kapan MIWF
pertama, tepatnya 5 atau 6 tahun lalu dan entah kenapa baru berkesempatan ikut
dan aktif di kegiatan ini tahun lalu. Lagi-lagi sepertinya sok sibuk.
Volunteer MIWF 2017 |
Kembali
ke MIWF kenapa aku bilang keren karena setiap hal yang ada kata “Internasional”
–nya tuh sudah otomatis keren kayak jurusanku (masa sih? Iyalah jurusanku keren).
Dengan kata Internasional yang tersemat dalam kegiatan ini mengindikasikan kalau
kegiatan ini dalam skala internasional dan yang ikut dan berpartisipasi pasti
dari internasional alias banyak bulenya. Dan benar saja, jika kamu datang ke
MIWF kamu bisa bertemu banyak bule dan mengobrol dengan mereka. Tapi bukan itu
yang penting. Mari berpindah ke bagian favoritku yaiitu “Writers Festival” yang
bisa dipastikan artinya di MIWF ini bakal bisa ketemu banyak penulis-penulis
favorit nan terkenal dengan karya-karyanya. Dan jika setiap arti ini disatukan
maka definisi MIWF adalah festival penulis internasional (eh).
Let me explain. Jadi festival ini adalah festival literasi pertama
dan satu-satunya di Timur Indonesia yang dibuat oleh Rumata’ Art Space dan
menjadi program tahunan. Jadi ternyata dimulai tahun 2011 dan memang menjadi salah
satu festival paling dinanti di Makassar khususnya yang suka baca kayak aku.
MIWF 2017 sendiri mengangkat tema Diversity
yang memang disesuaikan dengan kondisi saat itu dimana kata “Diversity” sendiri
banyak mencuat apalagi dengan isu SARA di masa pilkada Jakarta. MIWF 2017
sendiri diadakan dari tanggal 17-20 Mei dan tetap berlokasi di Fort Rotterdam. Tapi
sebenarnya ada juga acara Pra-nya yang bekerja sama dengan festival pendidikan untuk
penggalangan dana dan beberapa program diskusi yang dimulai pada 13 Mei.
Di
MIWF aku berperan sebagai volunteer
untuk Event and Program alias panitia
acara. Tugas kami adalah memastikan setiap program berjalan lancar sebagaimana
mestinya. Selain program utama, ada juga beberapa special program yang dimulai
dengan program Ke Taman yaitu pop-up picnic park yang terbagi tiga, dimana ada
Taman Rasa untuk yang mau jajan alias ada beberapa stand makanan yang
bekerjasama selama event, Taman Baca alias lapakan baca dari beberapa komunitas
baca dan taman baca di Makassar, lalu Taman Sinema yaitu pemutaran layar tancap
selama 3 malam dan tentu saja yang diputar adalah film-film keren, salah
satunya Athirah yang disutradarai Riri Riza dan berhubung Riri Riza adalah
pemilik Rumata’ dan founder MIWF jadi pas pemutaran film ada dianya juga. Keren
sih jadi bisa ngerasain ala-ala bioskop outdoor gitu sambil duduk di rumput, karpet
atau bean bag dan bisa sambil ngemil dari Taman Rasa.
Lalu
ada juga Ruang bersama yang merupakan kerjasama dan disponsori oleh Kelola Foundation dan The Danish Embassy, Jakarta. Bentuknya dialog terbuka dan
membicarakan seputar konflik SARA dan berbagi cerita dari korban yang
mengalaminya. Juga dilengkapi dengan pameran foto keluarga yang menikah lain
etnis. Special program selanjutnya adalah A cup of Poetry yaitu pembacaan puisi
sambil minum kopi dan teh ala-ala tea party gitu di Taman Rasa. Ada juga MIWF for Kids yang memang diperuntukkan untuk
anak dimana mereka belajar sambil mendengarkan dongeng. Dan terakhir ada Friends for Afar yaitu khusus anak SMA
dari luar Makassar yang mau join di festival sampe ada turnya juga.
Untuk
main programnya sendiri ada banyak banget dan itu dari pagi sampe sore. Kami volunteer di bagi shift untuk PJ dan
pelaksana program. Oh iya volunteer di MIWF terbagi 4 yaitu Event dan Program, Liaison Officer,
Business Unit dan Hospitality. Untuk Event and Program tentunya bertanggung jawab dibagian tersebut. LO
sebagai pendamping penulis dan pengisi acara. Business Unit ini kayak danus kalo di himpunan. Sedangkan Hospitality bagian akomodasi dan
transportasi. Selain volunteer ada juga 4 orang founder dari MIWF dan beberapa produser
yang merancang kegiatan dan program MIWF. Benefi jadi volunteer selain dapat
pengalaman berharga juga ada kaos, sertifikat dan makan siang gratisnya loh.
Tapi tentu saja pengalaman bertemu penulis dan berinteraksi langsung dengan
mereka yang paling penting juga belajar mengorganisir kegiatan besar.
Untuk
MIWF 2017 ada beberapa pengisi acara dan penulis. Salah satunya adalah opa
Sapardi Djoko Damono yang terkenal dengan buku puisi Hujan Bulan Juninya dan
puisi “aku ingin”nya. Bahkan ada pameran manuskrip opa yang dilaksanakan di
Rumata’. Ada beberapa penulis dan editor luar negeri seperti Xi Xu dari Hong
Kong, Madelaine Dickie dari Australia, Shida Bazyar dari Iran dan tinggal di Jerman
beserta pacarnya, Derek Pugh dari Australia, Jemma Purdey dan Antje Misbach juga
dari OZ, Ridwan Saidi dan Johar Shaz dari Malaysia, Benedict Gorillot dari
Prancis dan Lawrence Ypil dari Filipina, dll. Kalo penulis Indonesia ada Ika Natasha,
Esti Kinasih, Bondan Winarno (alm), Clara Ng, Lala Bohang, Adhitya Mulya, Valiant
Budi, Budi Darma, Salman Aristo, dan banyak lagi orang terkenal di dunia
literasi dan budaya termasuk para penulis dari the Jakarta Post.
Dari
sekian banyak aku berkesempatan menjadi penanggjawab untuk event seperti creative writing with the Jakarta Post
(yang ini merupakan workshop berbayar yang dibuat Rumata’, jadi MIWF sebenarnya
free kok), beberapa diskusi dan pemutaran film kayak Don’t Judge the Book by its Movie oleh Ika Natasha dan Aditya Mulya
soal novel mereka yang diangkat ke layar lebar yaitu Critical Eleven dan Sabtu
Bersama Bapak, juga diskusi kepenulisan oleh Vabyo, Adhitya Mulya dan Bondan
Winarno (alm). Disini aku bersyukur sempat bertemu dan berjabat tangan dengan
pak Bondan yang terkenal dengan tag “Maknyos” nya sebelum akhirnya ia meninggal
di akhir tahun. Meski tidak sempat foto karena pak Bondan buru-buru mengejar
pesawat. Serta beberapa event keren lainnya. Pokoknya unforgettable moment deh.
Bersama Esty Kinasih |
Ada
juga moment ketika aku membantu seorang teman untuk acara sahabat dari jauh di
Pod House. Jadi Pod House ini rumah kayak hotel tapi tempat tidurnya ala kapsul
alias dalam satu kamar ada puluhan banyak tempat tidur yang bertingkat dan ditutup
tirai. Nah Esty Kinasih salah satu penulis favoritku yang mengarang Fairish, Jingga
Series dan novel lainnya tenyata menginap disini selama MIWF. Pas sampe di
Lobby sudah liat dia duduk di belakang tapi namanya belum pernah ketemu masih
ragu itu beneran dia atau bukan jadi malu buat negur sampai akhirnya dia naik
ke atas. Eh pas acara selesai temanku malah ngajar ke Podnya di atas buat
istirahat sebelum kembali ke Benteng. Dan ternyata podnya sebelahan sama Esty
Kinasih. Akhirnya malah kenalan dan ngobrol bertiga soal banyak hal. Macem-macem
deh topiknya, soal Jingga seriesnya yang hits banget sampe dia ngasih lihat
cover versi malaynya, trus dia yang suka jadi Animal Rescuer, tentang Whatpad
yang agak dewasa, bahkan tentang kol plastic di China. Pokoknya seneng deh dia
tuh humble banget dan tak lupa foto bareng. Jadi selama MIWF berlangsung meski
megang acara yang pengisinya terkenal semua gak pernah sempat foto sekalipun
jadi berharga banget pas bisa foto sama Esty.
Andrei dan Bukunya |
Setelah
program MIWF di pagi sampai sore, di malam hari juga ada program keren yaitu pertunjukan
dari band indie, musikalisasi puisi dan beberapa pertunjukan lainnya di panggung
MIWF yang didekor bagus banget ala-ala perpus dengan buku-bukunya. Ada juga bule-bule
peserta Beasiswa seni dan budaya Indonesia dari berbagai negara dan jadi
pengunjung setia MIWF. Sempat kenalan dengan salah satunya yang berasal dari
Moldova. Ia bernama Andrei, orangnya lucu kayak Mr. Bean. Andrei ini selama
MIWF selalu memakai sarung kayak selempang dan membawa bukunya untuk diperlihatkan
ke orang-orang. Sayangnya tuh buku dalam tulisan Sirilik yang sampe sekarang
masih belum bisa kuhapal. Tapi dibalik kekonyolannya Andrei ini adalah seorang Komposer
handal. Nice to meet him.
Pokoknya
seneng banget bisa jadi volunteer dan berpartisipasi di MIWF ini. Acaranya
keren, Dekornya keren, Pengisinya keren apalagi volunteernya (hehe). Berharap semoga bisa jadi volunteer lagi dan makin banyak penulis hebat yang datang ke MIWF. Karena
menulis adalah untuk keabadian. Panjang umur dunia literasi. Tahun ini temanya
apa yah?
Sekian
tulisan ini, semoga makin banyak juga pengunjung yang datang MIWF. Yuk Mei ke
Makassar.
Ay.
keren. kalo mau gabung sebagai peserta aja bisa?
ReplyDeletebisa kok. datang aja pas MIWF bulan mei nanti
Delete