Untuk menjawab pertanyaan ini, ada baiknya kita
melihat kembali sejarah dari diplomasi itu sendiri. Diplomasi berasal dari
bahasa Yunani yaitu “Diploun” yang berarti melipat. Hal ini merujuk kepada
sertifikat berbentuk logam yang dilipat dua dan digunakan oleh orang untuk
bepergian ke luar negeri. Sebelum perang dunia pertama diplomasi masih bersifat
tradisional dimana kerajaan mengirimkan utusannya untuk bernegoisasi dengan
kerajaan lainnya. Setelah perang dunia 1 munculnya LBB menyebabkan terjadi
perubahan makna diplomasi tidak hanya dilakukan oleh pemerintah negara tapi
juga organisasi dan individu. Dari sejarah ini dapat dilihat kalau diplomasi
diartikan sebagai serangkaian negoisasi yang dilakukan negara untuk mencapai
kepentingan nasionalnya. Hal ini menunjukkan diplomasi dilakukan dengan cara
berunding tanpa kekerasan.
Sedangkan Kautilya sendiri sebagai diplomat India
Kuno menekankan empat tujuan diplomasi yaitu acquisition (perolehan), preservation
(pemeliharaan), augmentation
(penambahan) dan proper distribution
(pembagian yang adil). Disamping itu Kautilya menambahkan bahwa tujuan
diplomasi juga meliputi Siddhi atau kebahagiaan yang hanya bisa diperoleh
melalui kepemilikan kekuatan (power).
Yang berarti negara harus melindungi keamanannya demi kepentingan nasionalnya.
Dalam melindungi keamanan negara biasanya dengan melakukan politik deterrence
yaitu politik menggertak negara lain dengan tujuan membuat negara tersebut
takut. Hal ini yang terjadi pada perang senjata di perang dingin antara Amerika
dan Uni Soviet. Hal ini berarti politik deterrence bisa saja dilakukan dalam
diplomasi. Namun bagaimana dengan kekerasan?
Adolf Hittler berpendapat “When diplomacy ends, Wars begins”. Artinya perang adalah akhir dari
diplomasi dan bukan merupakan bagian dari diplomasi. Kekerasan yang sifatnya coercive dianggap bukanlah diplomasi
karena negara cenderung memaksakan kepentingan nasionalnya kepada negara lain
sedangkan diplomasi sifatnya negosiasi yaitu berunding untuk mencapai sebuah
kesepakatan. Meskipun banyak yang menganggap bahwa perang adalah hard diplomacy namun pendapat Von
Klauswits menyatakan perang adalah kelanjutan dari politik. Jadi hard diplomacy itu tidak ada dan
kekerasan dalam hal ini perang bukanlah bagian dari diplomasi.
Comments
Post a Comment