10. Germany
Ascent
to Middle Power
By Helga A.Welsh
Summary:
Bab ini membahas tentang sejarah perpolitikan Jerman
mulai dari masa perang dunia ke dua hingga sekarang. Bagaimana sepak terjang
Jerman di Eropa dan bagaimana hubungan Jerman dengan negara-negara di Eropa.
Sesuai dengan judulnya Ascent to Middle
Power, Jerman sebagai negara besar pada masa perang dunia kedua kemudian
kalah dan terbagi dua pada perang dingin. Jerman setelah perang dingin kemudian
memperbaiki diri dan menjadi negara “Middle Power” yaitu negara yang tidak
menaklukkan dan tidak ditaklukkan.
Pada 7 Mei 1945, setelah kekalahannya pada perang
dunia kedua kedaulatan Jerman berada di tangan aliansi pemenang perang yaitu
Uni Soviet, Inggris, Prancis, dan Amerika Serikat. Mereka setuju untuk membagi
Jerman menjadi 4 zona pendudukan dimana Berlin ibukota Jerman dibagi menjadi
empat sektor. Semua dengan satu tujuan
yaitu denazifikasi, demiliterisasi, desentralisasi dan demokratisasi Jerman.
Aliansi antara Kekuatan Barat dan Uni Soviet
kemudian pecah pada 1947, hal ini menjadi awal terjadinya perang dingin. Berlin
sebagai ibukota Jerman dikuasai oleh Uni Soviet dan German Demokratic Republic (GDR). Pada Mei 1949, Federal Republic of Germany kemudian
dibentuk oleh negara-negara Barat dan Bonn ditetapkan sebagai ibukota. Hal ini
membuat Jerman terbagi menjadi dua yaitu Jerman Timur yang beraliansi Uni
Soviet dan Jerman Barat yang beraliansi Amerika Serikat. Chancelor Konrad
Adenauer beraliansi dengan Jerman Barat dan menjadi menteri luar negeri Jerman
hingga 1955 serta dikenal dengan sebutan “bapak Jerman Barat”.
Setelah terbagi menjadi dua, negara-negara ini mulai
terintegrasi dengan Aliansinya masing-masing. Jerman Barat menjadi salah satu
pendiri dari European Coal and Steel
Community (1952) dan bergabung bersama North
Atlantic Treaty Organization (NATO) pada 1955. Sedangkan Jerman Timur
menjadi anggota dalam dewan Mutual
Economic Assistance pada 1950 dan bergabung dengan Pakta Warsawa pada 1955.
Namun kemudian yang menjadi persoalan saat penyatuan Jerman pada 1990 adalah
perdebatan antara SPD dan SDU yang merupakan partai dari Barat dan Timur.
Rekonsiliasi antara Jerman dan Prancis adalah pusat
dari integrasi Eropa setelah perang dunia II. Kedua negara ini diwakili oleh
Charles de Gaulle dari Prancis dan Adenauer dari Jerman. Meskipun kedua negara
ini secara kepentingan berbeda dimana Prancis menginginkan Eropa yang lebih
satu tanpa campur tangan Amerika dan Jerman yang menginginkan Eropa menjadi
Federal dengan bekerja sama dengan Amerika. Elysee Treaty yang dira\\tifikasi
pada 1963 merupakan simbol rekonsiliasi antara Jerman dan Prancis. Hubungan
Jerman dan Amerika kemudian sangat mempengaruhi hubungan Jerman dan Prancis.
Untuk menandingi Uni Soviet, Amerika menanamkan
pengaruhnya yang besar ke Jerman Barat. Amerikanisasi kemudian membawa
modernitas ke Jerman Barat dan Eropa Barat lainnya. Paris Aggreement 1954 secara resmi mengakui kedaulatan Jerman Barat
dan menjadikannya sebagai satu-satunya representasi dari Jerman dan
melibatkannya dalam Western European
Union. Sementara Uni Soviet memberikan pengaruhnya di Jerman Timur dengan
melibatkannya dalam Pakta Warsawa bersama dengan negara-negara yang ada di
Eropa Tengah dan Timur.
Dibangunnya tembok Berlin pada Agustus 1961 menjadi
jurang pemisah antara Jerman Barat dan Jerman Timur. Setelah dilantik pada
1969, pemerintahan berkoalisi antara SPD dan FDP membuat kebijakan untuk
meningkatkan hubungannya dengan Uni Soviet, polandia, Slovakia, dan GDR. Atas
upayanya, Chancelor Willy Brand dari SPD menerima penghargaan nobel perdamaian
pada 1971. Namun hal ini menimbulkan kontroversi dalam Jerman Barat terkait pengakuan
de facto terhadap Jerman Timur. Pada 1973, GDR kemudian mendapat pengakuan dan
kedua negara Jerman menduduki kursi anggota di PBB. Runtuhnya tembok Berlin
kemudian mengakhiri Perang Dingin dan perjanjian Two plus Four antara Jerman Barat dan Timur serta negara-negara
aliansi yaitu Amerika Serikat, Uni Soviet, Inggris, dan Prancis resmi
ditandatangani.
Setelah berakhirnya perang dingin kemudian muncul
pertanyaan bagaimana kemudian Jerman berjalan dengan menyatukan dua ideologi
yang berbeda ke dalam satu Jerman. Kebijakan luar negeri Jerman kemudian dibuat
berdasarkan tujuan penyatuan Jerman dan bagaimana menghadapi tantangan dalam
dunia internasional. Adapun pilar-pilar dalam kebijakan luar negeri Jerman
yaitu Multilateralism, Soft Power dan Civilian Power. Multilateralism artinya kebijakan untuk tidak
pernah sendiri dalam menjalankan politik luar negeri, keputusan diambil dengan
mempertimbangkan lingkungan internasional dan aliansi. Soft Power berarti
mengutamakan gerak-gerak persuasive dengan diplomasi dan negosiasi dibandingkan
dengan koersif. Sedangkan Civilian Power berarti mengutamakan politik sebelum
kekuatan dimana setiap kebijakan sesuai dengan demokrasi, HAM dan aturan yang
berlaku.
Patut diperhatikan setelah kekalahannya pada perang
dunia kedua dan disalahkan karena Holocaust, Jerman kemudian berubah menjadi
negara yang tidak lagi menggunakan kekuatan militer tapi lebih ke metode-metode
persuasive dengan menanamkan pengaruhnya secara ekonomi di Eropa. Hasil Survey
pada 2009 terhadap kebijakan luar negeri Jerman 81% menyatakan bahwa Jerman
adalah negara “Middle Power”, dan
lebih dari 70% yang menyatakan bahwa Jerman memimpin dalam Uni Eropa. Jerman
sendiri memiliki pengaruh yang besar dalam PBB, IMF, Uni Eropa dan WTO.
Strategi multilateralisme yang digunakan Jerman
berjalan dengan baik di Uni Eropa dimana pada tahun 2008 Jerman mengekspor
sebanyak 64 % ke anggota Uni Eropa dan lebih dari 72 % impornya berasal dari
negara Uni Eropa. Jerman kemudian banyak mengambil peran dalam Uni Eropa.
Koalisi Franco-Jerman masih berlanjut meskipun naik-turun. Jerman bersama
Inggris dan Prancis menjadi E-3 dan terlibat dalam Middle East Quartet (Amerika Serikat, Rusia, PBB dan Uni Eropa) dan
berlawanan dengan Iran. Meskipun kemudian hubungan Jerman dan negara-negara
Eropa Tengah dan Timur masih menjadi pertanyaan seiring dengan Kanselir German
yaitu Angela Mekel menolak paket stimulus Eropa untuk Eropa timur yang
mengalami krisis pada tahun 2009.
Jerman membuat kebijakan multilateralisme
berdasarkan hubungan bilateral yang kuat dengan dua negara yaitu Amerika
Serikat dan Prancis. Dimasa pemerintahan Bush, Jerman bersama Prancis dan Rusia
menentang konfrontasi Amerika di Timur Tengah seperti Afganistan dan irak.
Gerhard Schroder menyerukan anti perang dan ini membuat hubungan AS-jerman
mengalami krisis di tahun 2002. Namun kemudian di tahun 2009 saat Obama naik
menjadi presiden AS dan Angela Merkel menjadi kanselir Jerman, hubungan dengan
Jerman mulai membaik. Amerika menjadi rekan perdagangan Jerman yang terbesar
kedua setelah Prancis.
Jerman tidak lagi menjadi negara yang menjadi garis
pembagi antara Barat dan Timur namun menjadi pusat kekuatan dari Eropa Tengah
setelah Perang Dingin. Setelah Uni Soviet kolaps pada 1991, terjadi perubahan politik
di Rusia. Di masa Vladimir Putin sebagai presiden, hubungan dengan Jerman
kemudian bukan lagi sebagai lawan tetapi rekan. Berbagai interaksi ekonomi
antara kedua negara dan Uni Eropa kemudian terjadi. Tidak hanya itu, Jerman
menjadi jembatan yang mendekatkan Rusia dan Eropa.
Tentu saja peran Angela Merkel saat ini sangat
penting dalam membangun hubungan Jerman dengan dunia intenasional. Ia berhasil
membawa Jerman sebagai salah satu negara yang peduli pada lingkungan dan
perubahan global. Ia menempatkan keamanan dan perdamaian sebagai prioritas
utama, ekonomi kedua dan Protecting our
planet yang ketiga. Jerman telah mendapatkan penghargaan dari rekan-rekan
internasionalnya tapi tentu saja masih harus menghadapi tantangan dimana di
satu sisi Jerman harus tetap menanamkan pengaruhnya di Eropa sembari tetap
menjaga hubungannya dengan Amerika Serikat.
Comments
Post a Comment